Sabtu, 21 Agustus 2010

Metode Penelitian Study Kasus

Metode ini dilakukan secara intensif, terperinci dan mendalam terhadap suatu kelompok, organisasi, lembaga atau gejala tertentu. Metode studi kasus menurut Stake (Lincoln dan Guba,1985:341)
Selanjutnya, Creswell (1994:12) menjelaskan tentang studi kasus (case studies) sebagai berikut :
“Case Studies in which the researcher explores a single entity or phenomenon (the case) bounded by time and activity (a program event process institution or social group) and collect detailed information by using a variety of data collection procedures during a sustained period or time”.

Dengan demikian, studi kasus dimana peneliti meneliti kesatuan tunggal atau peristiwa (kasusnya) terbentuk oleh waktu dan aktivitas (program, even, proses, institusi atau kelompok sosial) dan mengumpulkan informasi lengkap dengan menggunakan ragam pada prosedur pengumpulan data selama mendukung pada periode atau waktu.
Mulyana (2002:201) mengemukakan bahwa “studi kasus merupakan uraian dan penjelasan komprehensif mengenai berbagai aspek dari seorang individu, suatu kelompok, suatu organisasi (komunitas), suatu program, atau suatu situasi sosial”. Peneliti studi kasus berupaya menelaah sebanyak mungkin data mengenai subjek yang diteliti (diperoleh melalui metode wawancara, pengamatan, penelaahan dokumen, hasil survei dan data apapun untuk menguraikan suatu kasus secara rinci). Selain itu juga, “peneliti mempelajari semaksimal mungkin subjek penelitian dengan tujuan untuk memberikan pandangan yang lengkap dan mendalam mengenai subjek yang diteliti” (Mulyana, 2002: 201).
Ditinjau dari lingkup wilayahnya, Arikunto (2002:115) mengemukakan sebagai berikut:
Penelitian kasus hanya meliputi daerah atau subjek yang sangat sempit, tetapi ditinjau dari sifat penelitiannya, penelitian kasus lebih mendalam dan membicarakan kemungkinan untuk memecahkan masalah yang aktual dengan mengumpulkan data, menyusun dan mengaplikasikannya serta menginterpretasikannya.

Melalui penggunaan metode studi kasus, penelitian ini diharapkan dapat mengungkapkan fakta-fakta secara komprehensif tentang kecenderungan pembelajaran PKn yang bersifat mudah dicapai dan diukur dalam penilaian.
Dalam studi kasus, metode terpenting tetap saja bersifat kualitatif. Dengan demikian, instrumen utama dalam penelitian adalah penulis sendiri yang terjun langsung ke lapangan untuk mencari informasi melalui observasi dan wawancara. Sebagaimana yang dikemukakan oleh Moleong (2005:132) bahwa:
...bagi peneliti kualitatif manusia adalah instrumen utama karena ia menjadi segala bagi keseluruhan proses penelitian. Ia sekaligus merupakan perencana, pelaksana, pengumpul data, analisis, penafsir dan pada akhirnya ia menjadi pelapor penelitiannya.

Di dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan antar manusia, artinya selama proses penelitian penulis akan lebih banyak mengadakan kontak dengan orang-orang di sekitar lokasi penelitian yaitu di SMP Negeri Unggulan Indramayu Kabupaten Indramayu. Dengan demikian penulis lebih leluasa mencari informasi dan data yang terperinci tentang berbagai hal yang diperlukan untuk kepentingan penelitian.

Pendekatan Penelitian Kualitatif

Pendekatan kualitatif, yaitu suatu pendekatan yang tidak menggunakan upaya kuantifikasi atau perhitungan-perhitungan statistik, melainkan lebih menekankan kepada kajian interpretatif. Sebagaimana menurut Kerlinger (2000:18) yang menyatakan bahwa pendekatan atau ancangan ilmiah merupakan bentuk sistematis yang khusus dari seluruh pemikiran dan telaah reflektif. Pendekatan kualitatif yang digunakan dalam penelitian ini berimplikasi pada penggunaan ukuran-ukuran kualitatif secara konsisten, artinya dalam pengolahan data, sejak mereduksi, menyajikan dan memverifikasi dan menyimpulkan data tidak menggunakan perhitungan-perhitungan secara matematis dan statistik, melainkan lebih menekankan pada kajian interpretatif.
Penelitian kualitatif sering disebut penelitian naturalistik (naturalistic inquiry), karena penelitian ini dilakukan dalam situasi yang alamiah dan wajar atau 'Natural setting', (Lincoln dan Guba, 1985:189) bukan situasi buatan. Disebut Natural setting karena kelas yang merupakan fenomena kajian dalam penelitian ini, hanya akan bermakna apabila ditelaah manusianya (yaitu guru dan para siswa) dalam dunia kelasnya secara kontekstual, (Lincoln dan Guba, 1985:189).
Konstruksi realitas kelas tidak dapat dipisahkan dari pengalaman para siswa dan guru yang terlibat di dalamnya. Oleh karenanya observasi yang dilakukan terhadap berbagai kegiatan pembelajaran di kelas, sangat terikat oleh konteks dan waktu (time and context dependent). Penelitian naturalistik termasuk ke dalam tradisi kualitatif yang ditandai oleh sifat-sifat atau karakter prosesnya yang induktif, konstruktif, dan subjektif. Creswell (1998:15) mengemukakan bahwa:
Qualitative research is an inquiry process of understanding based on distinct methodological traditions of inquiry that explore a social or human problem. The researcher builds a complex, holistic picture, analyses words, reports detailed views of informants, and conducts the study in a natural setting.

Kutipan di atas dapat dijelaskan bahwa penelitian kualitatif adalah proses penelitian untuk memahami berdasarkan tradisi metode penelitian tertentu dengan cara menyelidiki masalah sosial atau manusia. Peneliti membuat gambaran kompleks bersifat holistik, menganalisis kata-kata, melaporkan pandangan-pandangan para informan secara rinci, dan melakukan penelitian dalam situasi alamiah.
Menurut Lincoln dan Guba (1985:7-8), mengemukakan bahwa naturalistik adalah:
Bentuk lain dari naturalistik itu sendiri selain nama-nama lain yang juga acuannya naturalistik yaitu postpositivistik, ethnographik, phenomenological, subjectif, case study, hermeneutik, dan humanistik. Bentuk-bentuk naturalistik timbul karena peneliti memilih cara pandang dan tujuan yang berbeda-beda di dalam melakukan penelitiannya.

Noeng Muhadjir (2000:18), menjelaskan bahwa "penelitian naturalistik berlandaskan fenomenologi disepadankan dengan pendekatan fenomenologi, (Lincoln dan Guba, 1985:7) menuntut pendekatan holistik, mendudukkan obyek penelitian dalam suatu konstruksi ganda, melihat obyeknya dalam satu konteks natural, bukan parsial".
Menurut Nasution (2003:5), bahwa penelitian naturalistik pada hakekatnya ialah : "mengamati orang dalam lingkungan hidupnya berinteraksi dengan mereka, berusaha memahami bahasa dan tafsiran mereka tentang dunia sekitarnya". Metode kualitatif sangat tepat digunakan untuk penelitian ilmu pengetahuan sosial (IPS), hal ini sejalan dengan pendapat Kerlinger (1990:9) mengemukakan bahwa "penelitian naturalistik ini sebagai sebuah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung pada pongamatan manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya". Peneliti naturalistik harus dapat mengamati manusia dalam kawasannya sendiri dan berhubungan dengan orang-orang tersebut dalam bahasa dan peristilahannya agar dapat menginterpretasikan data yang dibutuhkan sesuai dengan tujuan penelitian.
Bogdan dan Biklen (1992:31), menjelaskan sebagai peneliti naturalistik "ia akan menaruh perhatiannya untuk memahami perilaku, pandangan, persepsi, sikap, dan lain-lainnya berdasarkan pandangan subjek, yang diteliti sendiri ".
Ciri umum yang ditampilkan dalam penelitian naturalistik, sebagaimana dikemukakan Bogdan dan Taylor ( 1975:5), bahwa:
Penelitian kualitatif merupakan penelitian yang dihasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Data yang dikumpulkan melalui penelitian kualitatif, lebih berupa kata-kata dari pada angka-angka.

Sejalan dengan ciri-ciri tersebut, Nasution (2003:10) secara terperinci menjabarkan karakteristik penelitian naturalistik, di antaranya mengutamakan :
"Perspektif 'emic, artinya lebih mementingkan pandangan responden, yakni bagaimana ia memandang dan menafsirkan dunia dari segi pendiriannya. Peneliti tidak memaksa menafsirkan sendiri. Peneliti tidak mendesakkan pandangannya sendiri. Peneliti memasuki lapangan, tanpa generalisasi, seakan¬akan tidak mengetahui sedikitpun, sehingga mendapat perhatian penuh kepada konsep-konsep yang dianut partisipan Sedangkan pandangan peneliti atau 'etic dalam penelitian naturalistik tidak boleh ditonjolkan".

Atas dasar itulah maka penelitian ini diarahkan untuk memahami latar alamiah secara utuh, yang tidak terlepas dari konteksnya sebab hanya dengan keutuhan itu dapat dipahami permasalahan yang ingin diteliti. Di samping itu juga metode penelitian naturalistik lebih tepat digunakan dalam penelitian ini karena apa yang, diteliti berkaitan dengan kegiatan dan perilaku kehidupan budaya manusia.

Kurikulum & Bahan Ajar PKn Persekolahan

5. Kurikulum dan Bahan Ajar Pendidikan Kewarganegaraan Persekolahan
Kurikulum sebagai salah satu substansi pendidikan perlu didesentralisasikan terutama dalam pengembangan silabus dan pelaksanaannya yang disesuaikan dengan tuntutan kebutuhan siswa, keadaan sekolah, dan kondisi sekolah atau daerah. Dengan demikian, sekolah atau daerah memiliki cukup kewenangan untuk merancang dan menentukan materi ajar, pengalaman belajar, dan penilaian hasil pembelajaran.
Untuk itu, banyak hal yang perlu dipersiapkan oleh daerah karena sebagian besar kebijakan yang berkaitan dengan implementasi Standar Nasional Pendidikan dilaksanakan oleh sekolah atau daerah. Sekolah harus menyusun Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) atau silabusnya dengan cara melakukan penjabaran dan penyesuaian Standar Isi dan Standar Kompentensi Lulusan.
KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun dan dilaksanakan oleh masing-masing satuan pendidikan. Di dalam Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan dijelaskan:
• Kurikulum dan silabus SD/MI/SDLB/Paket A, atau bentuk lain yang sederajat menekankan pentingnya kemampuan dan kegemaran membaca dan menulis, kecakapan berhitung serta kemampuan berkomunikasi (Pasal 6 Ayat 6)
• Sekolah dan komite sekolah, atau madrasah dan komite madrasah, mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasar¬kan kerangka dasar kurikulum dan standar kompetensi lulusan di bawah supervisi Dinas Pendidikan Kabupaten/Kota yang bertangung jawab terhadap pendidikan untuk TK, SMP, SMA, dan SMK, serta Departemen yang menangani urusan pemerintahan di bidang agama untuk MI, MTs, MA, dan MAK (Pasal 17 ayat 2)
• Perencanan proses pembelajaran meliputi silabus dan rencana pelaksanan pembelajaran yang memuat sekurang-kurangnya tujuan pembelajaran, materi ajar, metode pembelajaran, sumber belajar, dan penilaian hasil belajar (Pasal 20).

Bahan ajar memiliki peran yang penting dalam pembelajaran termasuk dalam pembelajaran PKn. Ruang lingkup mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan meliputi aspek-aspek sebagai berikut (Depdiknas, 2006:49) :
a. Persatuan dan Kesatuan bangsa, meliputi: Hidup rukun dalam perbedaan, Cinta lingkungan, Kebanggaan sebagai bangsa Indonesia, Sumpah Pemuda, Keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia, Partisipasi dalam pembelaan negara, Sikap positif terhadap Negara Kesatuan Republik Indonesia, Keterbukaan dan Jaminan keadilan
b. Norma, hukum dan peraturan, meliputi: Tertib dalam kehidupan keluarga, Tata tertib di sekolah, Norma yang berlaku di masyarakat, Peraturan-peraturan daerah, Norma-norma dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, Sistem hukum dan peradilan nasional, Hukum dan peradilan internasional
c. Hak asasi manusia meliputi: Hak dan kewajiban anak, Hak dan kewajiban anggota masyarakat, Instrumen nasional dan internasional HAM, Pemajuan, Penghormatan dan perlindungan HAM
d. Kebutuhan warga negara meliputi: Hidup gotong royong, Harga diri sebagai warga masyarakat, Kebebasan berorganisasi, Kemerdekaan mengeluarkan pendapat, Menghargai keputusan bersama, Prestasi diri, Persamaan kedudukan warga negara
e. Konstitusi Negara meliputi: Proklamasi kemerdekaan dan konstitusi yang pertama, konstitusi-konstitusi yang pernah digunakan di Indonesia, Hubungan dasar negara dengan konstitusi
f. Kekuasaan dan Politik, meliputi: Pemerintahan desa dan kecamatan, Pemerintahan daerah dan otonomi, Pemerintah pusat, Demokrasi dan sistem politik, Budaya politik, Budaya demokrasi menuju masyarakat madani, Sistem pemerintahan, Pers dalam masyarakat demokrasi
g. Pancasila meliputi: Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan ideologi negara, Proses perumusan Pancasila sebagai dasar negara, Pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari, Pancasila sebagai ideologi terbuka
h. Globalisasi meliputi: Globalisasi di lingkungannya, Politik luar negeri Indonesiadi era globalisasi, Dampak globalisasi, Hubungan internasional dan organisasi internasional, dan Mengevaluasi globalisasi.

Jumat, 20 Agustus 2010

Prinsip Dasar Pembelajaran Pendidikan Kewarganegaraan

Prinsip dasar pembelajaran PKn mengacu pada sejumlah prisip dasar pembelajaran. Menurut pendapat Budimansyah (2002:8) prinsip-prinsip pembelajaran tersebut adalah prinsip belajar siswa aktif (student active learning), kelompok belajar kooperatif (cooperative learning), pembelajaran partisipatorik, dan mengajar yang reaktif (reaktive learning). Selanjutnya keempat prinsip tersebut dijelaskan sebagai berikut (Budimansyah, 2002 : 8 - 13).
1. Prinsip Belajar Siswa Aktif
Model ini menganut prinsip belajar siswa aktif. Aktivitas siswa hampir di seluruh proses pembelajaran, dari mulai fase perencanaan di kelas, kegiatan lapangan, dan pelaporan. Dalam fase perencanaan aktivitas siswa terlihat pada saat mengidentifikasi masalah dengan menggunakan teknik bursa ide (brain- storming). Setiap siswa boleh menyampaikan masalah yang menarik baginya, disamping tentu saja yang berkaitan dengan materi pelajaran. Setelah masalah terkumpul, siswa melakukan voting untuk memilih satu masalah untuk kajian kelas.
Dalam fase kegiatan lapangan, aktivitas siswa lebih tampak. Dengan berbagai teknik (misalnya dengan wawancara, pengamatan, kuesioner, dan lain-lain) mereka mengumpulkan data dan informasi yang diperlukan untuk menjawab permasalahan yang menjadi kajian kelas mereka. Untuk melengkapi data dan informasi tersebut, mereka mengambil foto, membuat sketsa, membuat kliping, bahkan adakalanya mengabadikan peristiwa penting dalam video.
2. Kelompok Belajar Kooperatif
Proses pembelajaran PKn juga menerapkan prinsip belajar kooperatif, yaitu proses pembelajaran yang berbasis kerja sama. Kerjasama yang dimaksud adalah kerjasama antar siswa dan antar komponen-komponen lain di sekolah, termasuk kerjasama sekolah dengan orang tua siswa dan lembaga terkait. Kerja sama antar siswa jelas terlihat pada saat kelas sudah memilih satu masalah untuk bahan kajian bersama.
Dengan komponen-komponen sekolah lainnya juga seringkali harus dilakukan kerjasama. Misalnya pada saat para siswa hendak mengumpulkan data dan informasi lapangan sepulang dari sekolah, bersamaan waktunya dengan jadwal latihan olah raga yang diundur atau kunjungan lapangan yang diubah. Kasus seperti itu memerlukan kerjasama, walaupun dalam lingkup kecil dan sederhana. Hal serupa juga seringkali terjadi dengan pihak keluarga. Orang tua perlu juga diberi pemahaman, manakala anaknya pulang agak terlambat dari sekolah karena melakukan kunjungan lapangan terlebih dahulu. Sekali lagi, dari peristiwa ini pun tampak perlunya kerjasama antara sekolah dengan orang tua dalam upaya membangun kesepahaman.
Kerja sama dengan lembaga terkait diperlukan pada saat para siswa merencanakan mengunjungi lembaga tertentu atau meninjau suatu kawasan yang menjadi tanggung jawab lembaga tertentu. Misalnya mengunjungi dinas perparkiran. Mengunjungi kantor bupati atau wali kota untuk mengetahui kebijakan mengenai penertiban pedagang kaki lima. Mengamati dampak pembuangan limbah pabrik pada suatu kawasan tertentu, dan sebagainya. Kegiatan para siswa tentu saja perlu dibekali surat pengantar dari kepala sekolah selaku penanggungjawab kegiatan sekolah.
3. Pembelajaran Partisipatorik
Selain prinsip pembelajaran di atas PKn juga menganut prisip dasar pembelajaran partisipatorik, sebab melaui model ini siswa belajar sambil melakoni (learning by doing). Salah satu bentuk pelakonan itu adalah siswa belajar hidup berdemokrasi. Sebab dalam tiap langkah model ini memiliki makna yang ada hubungannya dengan praktik hidup berdemokrasi.
Sebagai contoh pada saat memilih masalah untuk kajian kelas memilih makna bahwa siswa dapat menghargai dan menerima pendapat yang didukung suara terbanyak. Pada saat berlangsungnya perdebatan, siswa belajar mengemukakan pendapat, mendengarkan pendapat orang lain, menyampaikan kritik dan sebaliknya belajar menerima kritik, dengan tetap berkepala dingin. Proses ini mendukung adagium yang menyatakan bahwa “democracy is not in heredity but learning” (demokrasi itu tidak diwariskan, tetapi dipelajari dan dialami). Oleh karena itu, mengajarkan demokrasi itu harus dalam suasana yang demokratis (teaching democracy in and for democracy). Tujuan ini hanya dapat dicapai dengan belajar sambil melakoni atau dengan kata lain harus menggunakan prinsip belajar partisipatorik.
4. Reactive Teaching
Dalam prinsip ini lebih menekankan bagaimana guru menciptakan strategi agar murid mempunyai motivasi belajar. Oleh karena itu, guru harus situasi sehingga materi pembelajaran menarik, tidak membosankan. Guru harus mempunyai sensitivitas yang tinggi untuk segera mengetahui apakah kegiatan pembelajaran sudah membosankan siswa jika hal ini terjadi, guru harus segera mencari cara untuk menanggulanginya. Inilah tipe guru yang reaktif itu.
Ciri guru yang reaktif itu diantaranya sebagai berikut:
a. Menjadikan siswa sebagai pusat kegiatan belajar.
b. Pembelajaran dimulai dengan hal-hal yang sudah diketahui dan dipahami siswa.
c. Selalu berupaya membangkitkan motivasi belajar siswa dengan membuat materi pelajaran sebagai sesuatu hal yang menarik dan berguna bagi kehidupan siswa.
d. Segera mengenali materi atau metode pembelajaran yang membuat siswa bosan. Bila hal ini ditemui, ia segera menanggulanginya.